Makalah Demokrasi
19.49
NIM : 1602025055
Nama : Annika Niendhia
Kelas / Prodi : 1C / Manajemen
Nama : Annika Niendhia
Kelas / Prodi : 1C / Manajemen
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Apakah demokrasi itu? Apakah negara
ini sudah demokrasi? Sengaja pertanyaan ini saya munculkan karena teman-teman
mungkin sudah mengerti dengan pertanyaan yang
saya ajukan tersebut di atas. Karena saya punya pandangan produk dan atribut
yang berkaitan dengan demokrasi itu merupakan produk luar negeri. Sedangkan
negara kita sendiri tidak memiliki kejelasan yang tepat tentang demokrasi itu sendiri.
Lalu kalau kita melihat bentuk demokrasi dalam struktur pemerintahan kita dari level negara, provinsi, kabupaten, hingga kecamatan hampir
dapat dipastikan di level ini hanya proses pembuatan kebijakan sementara kalau
kita mencari demokrasi yang berupa ciri khas yang dapat mewakili bahwa negara
kita mempunyai diri demokrasi tersendiri itu dapat dilihat dilevel desa.
Bagaimana seperti ditulis almarhum Moh. Hatta bahwa,”Di desa-desa sistem yang
demokrasi masih kuat dan hidup sehat sebagai bagian adat istiadat yang hakiki.”
Dasarnya adalah pemilikan tanah yang komunal yaitu setiap orang yang merasa bahwa ia harus
bertindak berdasarkan persetujuan bersama. Struktur demokrasi yang hidup dalam
diri bangsa Indonesia harus berdasarkan demokrasi asli yang berlaku di desa.
Gambaran dari tulisan almarhum ini tidak lain dari pola-pola demokrasi
tradisional yang dilambangkan oleh musyawarah dalam pencapaian keputusan dan
gotong royong dalam pelaksanaan keputusannya tersebut. (Prijono Tjiptoherijanto
dan Yomiko M. Prijono, 1983). Dari gambaran di atas, saya rasa hal ini pula
yang menginspirasi demokrasi pancasila yang selalu menjadi Kiblat negara kita
dalam menapaki kehidupan berbangsa dan bernegara masih perlu ditelaah atau
dikaji secara lebih dalam lagi. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang
dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh
nilai-nilai luhur Pancasila yang tidak mungkin terlepas dari rasa kekeluargaan.
Akan tetapi yang menjadi pandangan kita sekarang. Mengapa negara ini seperti
mengalami sebuah kesulitan besar
dalam melahirkan demokrasi. Banyak para ahli berpendapat bahwa demokrasi
pancasila itu merupakan salah satu demokrasi yang mampu menjawab tantangan
jaman karena semua kehidupan berkaitan erat dengan nilai luhur Pancasila. Dalam
hal ini kita ambil saja salah satu ahli Nasional Prof. Dardji Darmodihardjo,
S.H. beliau mempunyai Pandangan bahwa demokrasi Pancasila adalah paham
demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia
yang terwujudnya seperti dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945. lain hal
lagi dengan Prof. dr. Drs. Notonegoro,S.H. mengatakan demokrasi pancasila
adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berke-Tuhan-nan Yang Maha
Esa, yang Berkepribadian Kemanusiaan yang Adil dan Beradab yang mempersatukan
Indonesia dan yang berkedaulatan seluruh rakyat.
1.2 TUJUAN
Tujuan umum
dari makalah ini adalah mahasiswa akan dapat menjelaskan hakekat demokrasi
dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Sedangkan tujuan khusus makalah ini adalah:
1.
Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian demokrasi.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan Paham dan
prinsip umum demokrasi
3. Mahasiswa dapat menjelaskan ide dasar
demokrasi
4. Mahasiswa dapat menjelaskan pelaksanaan
demokrasi di Indonesia
1.3
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah
pengertian demokrasi?
2. Bagaimana
paham dan prinsip umum demokrasi?
3. Apakah ide dasar demokrasi?
4. Bagaimana
pelaksanaan demokrasi di Indonesia?
BAB II
ISI
Menurut Abraham Lincoln (Presiden AS ke-16), demokrasi
adalah pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat (Democracy is government of
the people, by the people and for the people). Namun isitilah “demokrasi”
pertama kali berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad
ke-5 SM. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang
berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan.
Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan
waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan
perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara. Konsep demokrasi menjadi
sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar,
sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik
suatu negara.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica
yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan
legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas
(independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran
dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga
negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. Ketiga jenis
lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki
kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif,
lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif
dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki
kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan
legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan
bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang
memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan
peraturan.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian
kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara
yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias
politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta
sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata
tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan
absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demokrasi berlandaskan dua
ide :
a. Kedaulatan di tangan rakyat.
b. Rakyat sebagai sumber kekuasaan.
Demokrasi menyatakan adanya
empat macam kebebasan, yaitu :
a. Kebebasan beragama (freedom of religion)
b. Kebebasan berpendapat (fredom of speech)
c. Kebebasan kepemilikan (freedom of ownership)
d. Kebebasan bertingkah laku (personal freedom)
Demokrasi adalah sistem
pemerintahan mayoritas. Pemilihan penguasa dan anggota dewan perwakilan, serta
pengambilan keputusan dalam lembaga-lembaga tersebut diambil berdasarkan
pendapat mayoritas. Ini adalah prinsip dasar demokrasi, yakni terletak pada
suara mayoritas
2.2 CIRI-CIRI POKOK PEMERINTAHAN DEMOKRATIS
a)
Pemerintahan berdasarkan kehendak dan kepentingan rakyat banyak, dengan
ciri-ciri tambahan:
- konstitusional, yaitu bahwa
prinsip-prinsip kekuasaan, kehendak dan kepentingan rakyat diatur dan
ditetapkan dalam konstitusi;
- perwakilan, yaitu bahwa
pelaksanaan kedaulatan rakyat diwakilkan kepada beberapa orang;
- pemilihan umum, yaitu kegiatan
politik untuk memilih anggota-anggota parlemen;
- kepartaian, yaitu bahwa partai
politik adalah media atau sarana antara dalam praktik pelaksanaan
demokrasi
b) Adanya pemisahan atau
pembagian kekuasaan, misalnya pembagian/ pemisahan kekuasaan eksekutif,
legislatif dan yudikatif.
c) Adanya tanggung jawab
dari pelaksana kegiatan pemerintahan.
2.3.
PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI YANG BERLAKU
UNIVERSAL
Inu Kencana
Syafiie merinci
prinsip-prinsip demokrasi sebagai berikut, yaitu ; adanya pembagian kekuasaan,
pemilihan umum yang bebas, manajemen yang terbuka, kebebasan individu,
peradilan yang bebas, pengakuan hak minoritas, pemerintahan yang berdasarkan
hukum, pers yang bebas, beberapa partai politik, konsensus, persetujuan,
pemerintahan yang konstitusional, ketentuan tentang pendemokrasian, pengawasan
terhadap administrasi negara, perlindungan hak asasi, pemerintah yang
mayoritas, persaingan keahlian, adanya mekanisme politik, kebebasan
kebijaksanaan negara, dan adanya pemerintah yang mengutamakan musyawarah.
Prinsip-prinsip
negara demokrasi yang telah disebutkan di atas kemudian dituangkan ke dalam
konsep yang lebih praktis sehingga dapat diukur dan dicirikan. Ciri-ciri ini
yang kemudian dijadikan parameter untuk mengukur tingkat pelaksanaan demokrasi
yang berjalan di suatu negara. Parameter tersebut meliputi empat aspek.Pertama,
masalah pembentukan negara. Proses pembentukan kekuasaan akan sangat menentukan
bagaimana kualitas, watak, dan pola hubungan yang akan terbangun. Pemilihan
umum dipercaya sebagai salah satu instrumen penting yang dapat mendukung proses
pembentukan pemerintahan yang baik. Kedua, dasar kekuasaan negara. Masalah ini
menyangkut konsep legitimasi kekuasaan serta pertanggungjawabannya langsung
kepada rakyat. Ketiga, susunan kekuasaan negara. Kekuasaan negara hendaknya
dijalankan secara distributif. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemusatan
kekuasaan dalam satu tangan. Keempat, masalah kontrol rakyat. Kontrol
masyarakat dilakukan agar kebijakan yang diambil oleh pemerintah atau negara
sesuai dengan keinginan rakyat.
2.4
MACAM-MACAM DEMOKRASI
1) Demokrasi ditinjau
dari cara penyaluran kehendak rakyat:
a) Demokrasi langsung
Dipraktikkan di negara-negara kota (polis,
city state) pada zaman Yunani Kuno. Pada masa itu, seluruh rakyat dapat menyampaikan
aspirasi dan pandangannya secara langsung. Dengan demikian, pemerintah dapat
mengetahui – secara langsung pula – aspirasi dan persoalan-persoalan yang
sebenarnya dihadapi masyarakat. Tetapi dalam zaman modern, demokrasi langsung
sulit dilaksanakan karena:
- sulitnya mencari tempat yang
dapat menampung seluruh rakyat sekaligus dalam membicarakan suatu urusan;
- tidak setiap orang memahami
persoalan-persoalan negara yang semakin rumit dan kompleks;
- musyawarah tidak akan efektif,
sehingga sulit menghasilkan keputusan yang baik.
b)
Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan
Sistem demokrasi (menggantikan
demokrasi langsung) yang dalam menyalurkan kehendaknya, rakyat memilih
wakil-wakil mereka untuk duduk dalam parlemen. Aspirasi rakyat disampaikan
melalui wakil-wakil mereka dalam parlemen. Tipe demokrasi perwakilan berlainan
menurut konstitusi negara masing-masing. Sistem pemilihan ada dua macam, yaitu:
pemilihan secara langsung dan pemilihan bertingkat. Pada pemilihan secara
langsung, setiap warga negara yang berhak secara langsung memilih orang-orang
yang akan duduk di parlemen. Sedangkan pada pemilihan bertingkat, yang dipilih
rakyat adalah orang-orang di lingkungan mereka sendiri, kemudian orang-orang
yang terpilih itu memilih anggota-anggota parlemen.
2)
Demokrasi ditinjau dari titik berat perhatiannya:
a)
Demokrasi Formal (Demokrasi Liberal)
Demokrasi formal menjunjung tinggi
persamaan dalam bidang politik tanpa disertai upaya untuk mengurangi atau
menghilangkan kesenjangan rakyat dalam bidang ekonomi. Dalam sistem demokrasi
yang demikian, semua orang dianggap memiliki derajat dan hak yang sama. Namun
karena kesamaan itu, penerapan azas free fight competition (persaingan
bebas) dalam bidang ekonomi menyebabkan kesenjangan antara golongan kaya dan
golongan miskin kian lebar. Kepentingan umum pun diabaikan. Demokrasi formal/
liberal sering pula disebut demokrasi Barat karena pada umumnya dipraktikkan
oleh negara-negara Barat. Kaum komunis bahkan menyebutnya demokrasi kapitalis
karena dalam pelaksanaannya kaum kapitalis selalu dimenangkan oleh pengaruh
uang (money politics) yang menguasai opini masyarakat (public opinion).
b) Demokrasi Material
(Demokrasi Rakyat)
Demokrasi material menitikberatkan
upaya-upaya menghilangkan perbedaan dalam bidang ekonomi sehingga persamaan
dalam persamaan hak dalam bidang politik kurang diperhatikan, bahkan mudah
dihilangkan. Untuk mengurangi perbedaan dalam bidang ekonomi, partai penguasa
(sebagai representasi kekuasaan negara) akan menjadikan segala sesuatu sebagai
milik negara. Hak milik pribadi tidak diakui. Maka, demi persamaan dalam bidang
ekonomi, kebebasan dan hak-hak azasi manusia di bidang politik diabaikan.
Demokrasi material menimbulkan perkosaan rohani dan spiritual.
Demokrasi ini sering disebut demokrasi Timur,
karena berkembang di negara-negara sosialis/ komunis di Timur, seperti Rusia,
Cekoslowakia, Polandia dan Hongaria dengan ciri-ciri:
- sistem satu (mono) partai,
yaitu partai komunis (di Rusia);
- sistem otoriter, yaitu otoritas
penguasa dapat dipaksakan kepada rakyat;
- sistem perangkapan pimpinan,
yaitu pemimpin partai merangkap sebagai pemimpin negara/ pemerintahan;
- sistem pemusatan kekuasaan di
tangan penguasa tertinggi dalam negara.
c)
Demokrasi Gabungan
Demokrasi ini mengambil kebaikan dan
membuang keburukan demokrasi formal dan material. Persamaan derajat dan hak
setiap orang tetap diakui, tetapi diperlukan pembatasan untuk mewujudkan
kesejahteraan seluruh rakyat. Pelaksanaan demokrasi ini bergantung pada
ideologi negara masing-masing sejauh tidak secara jelas kecenderungannya kepada
demokrasi liberal atau demokrasi rakyat.
3)
Demokrasi ditinjau dari hubungan antaralat perlengkapan negara:
a)
Demokrasi perwakilan dengan sistem parlementer
Demokrasi sistem parlementer semula
lahir di Inggris pada abad XVIII dan dipergunakan pula di negara-negara
Belanda, Belgia, Prancis, dan Indonesia (pada masa UUDS 1950) dengan
pelaksanaan yang bervariasi, sesuai dengan konstitusi negara masing-masing. Negara-negara
Barat banyak menggunakan demokrasi parlementer sesuai dengan masyarakatnya yang
cenderung liberal.
Ciri khas demokrasi ini adalah
adanya hubungan yang erat antara badan eksekutif dengan badan perwakilan rakyat
atau legislatif. Para menteri yang menjalankan kekuasaan eksekutif diangkat
atas usul suara terbanyak dalam sidang parlemen. Mereka wajib menjalankan tugas
penyelenggaraan negara sesuai dengan pedoman atau program kerja yang telah
disetujui oleh parlemen. Selama penyelenggaraan negara oleh eksekutif disetujui
dan didukung oleh parlemen, maka kedudukan eksekutif akan stabil. Penyimpangan
oleh seorang menteri pun dapat menyebabkan parlemen mengajukan mosi tidak
percaya yang menggoyahkan kedudukan eksekutif. Demokrasi parlementer lebih
cocok diterapkan di negara-negara yang menganut sistem dwipartai: partai
mayoritas akan menjadi partai pendukung pemerintah dan partai minoritas menjadi
oposisi. Dalam demokrasi parlementer, terdapat pembagian kekuasaan (distribution
of powers) antara badan eksekutif dengan badan legislatif dan kerja sama di
antara keduanya. Sedangkan badan yudikatif menjalankan kekuasaan peradilan
secara bebas, tanpa campur tangan dari badan eksekutif maupun legislatif.
Kebaikan
demokrasi perwakilan bersistem parlementer:
- pengaruh rakyat terhadap
politik yang dijalankan pemerintah sangat besar;
- pengawasan rakyat terhadap
kebijakan pemerintah dapat berjalan dengan baik;
- kebijakan politik pemerintah
yang dianggap salah oleh rakyat dapat sekaligus dimintakan
pertanggungjawabannya oleh parlemen kepada kabinet;
- mudah mencapai kesesuaian
pendapat antara badan eksekutif dan badan legislatif;
- menteri-menteri yang diangkat
merupakan kehendak dari suara terbanyak di parlemen sehingga secara tidak
langsung merupakan kehendak rakyat pula;
- menteri-menteri akan lebih
berhati-hati dalam menjalankan tugas karena setiap saat dapat dijatuhkan
oleh parlemen;
- pemerintah yang dianggap tidak
mampu mudah dijatuhkan dan diganti dengan pemerintah baru yang dianggap
sanggup menjalankan pemerintahan yang sesuai dengan keinginan rakyat.
Keburukan
demokrasi perwakilan bersistem parlementer:
- kedudukan badan eksekutif tidak
stabil, karena dapat diberhentikan setiap saat oleh parlemen melalui mosi
tidak percaya;
- sering terjadi pergantian
kabinet, sehingga kebijakan politik negara pun labil;
- karena pergantian eksekutif
yang mendadak, eksekutif tidak dapat menyelesaikan program kerja yang
telah disusunnya.
b) Demokrasi
perwakilan dengan sistem pemisahan kekuasaan
Demokrasi ini berpangkal pada teori
pemisahan kekuasaan yang dikemukakan oleh para filsuf bidang politik dan hukum.
Pelopornya adalah John Locke (1632-1704) dari Inggris, yang membagi
kekuasaan negara ke dalam tiga bidang, yaitu eksekutif, legislatif dan federatif.
Untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, ketiga bidang itu harus
dipisahkan. Charles Secondat Baron de
Labrede et de Montesquieu
(1688-1755) asal Prancis, memodifikasi teori Locke itu dalam teori yang disebut
Trias Politica pada bukunya yang berjudul L’Esprit des Lois.
Menurut Montesquieu, kekuasaan negara dibagi menjadi: legislatif (kekuasaan
membuat undang-undang), eksekutif (kekuasaan melaksanakan undang-undang) dan
yudikatif (kekuasaan mengatasi pelanggaran dan menyelesaikan perselisihan
antarlembaga yang berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang). Ketiga cabang
kekuasaan itu harus dipisahkan – baik organ/ lembaganya maupun fungsinya.
Teori Montesquieu disebut teori
pemisahan kekuasaan (separation du puvoir) dan dijalankan hampir
sepenuhnya di Amerika Serikat. Di negara itu, kekuasaan legislatif dipegang
oleh Kongres, kekuasaan eksekutif oleh Presiden dan kekuasaan yudikatif oleh
Mahkamah Agung. Ketiga badan tersebut berdiri terpisah dari yang lainnya untuk
menjaga keseimbangan dan mencegah jangan sampai kekuasaan salah satu badan
menjadi terlampau besar. Kesederajatan itu menjadikan ketiganya dapat berperan
saling mengawasi (check and balance).
Kebaikan
demokrasi perwakilan bersistem pemisahan kekuasaan:
- pemerintah selama masa jabatannya
tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen, sehingga pemerintahan dapat
berlangsung relatif stabil;
- pemerintah memiliki waktu yang
cukup untuk melaksanakan programnya tanpa terganggu oleh adanya krisis
kabinet;
- sistem check and balance
dapat menghindari pertumbuhan kekuasaan yang terlampau besar pada setiap
badan;
- mencegah terjadinya kekuasaan
yang absolut (terpusat pada satu orang).
Keburukan
demokrasi perwakilan bersistem pemisahan kekuasaan:
- pengawasan rakyat terhadap
pemerintah kurang berpengaruh;
- pengaruh rakyat terhadap
kebijakan politik negara kurang mendapat perhatian;
- pada umumnya keputusan yang
diambil merupakan hasil negosiasi antara badan legislatif dan eksekutif
sehingga keputusan tidak tegas;
- proses pengambilan keputusan
memakan waktu yang lama.
c)
Demokrasi perwakilan dengan sistem referendum
Demokrasi ini merupakan gabungan
antara demokrasi perwakilan dengan demokrasi langsung. Dalam negara yang
menganut demokrasi ini parlemen tetap ada, tetapi kinerjanya dikontrol secara
langsung oleh rakyat melalui referendum. Jadi, ciri khas demokrasi perwakilan
dengan sistem referendum adalah bahwa tugas-tugas legislatif selalu berada di
bawah pengawasan seluruh rakyat karena dalam hal-hal tertentu, keputusan
parlemen tidak dapat diberlakukan tanpa persetujuan rakyat. Sedangkan mengenai
hal lain, keputusan parlemen dapat langsung diberlakukan sepanjang rakyat
menerimanya.
Ada dua macam referendum, yaitu referendum
obligator dan referendum fakultatif. Referendum obligator adalah
pemungutan suara rakyat yang wajib dilaksanakan mengenai suatu rencana
konstitusional. Referendum ini bersifat wajib karena menyangkut masalah
penting, misalnya tentang perubahan konstitusi. Perubahan konstitusi tidak
dapat dilakukan tanpa persetujuan rakyat. Sedangkan referendum fakultatif
merupakan pemungutan suara rakyat yang tidak bersifat wajib dilakukan mengenai
suatu rencana konstitusional. Referendum fakultatif baru perlu dilakukan
apabila dalam waktu tertentu setelah undang-undang diumumkan pemberlakuannya,
sejumlah rakyat meminta diadakan referendum.
Kebaikan
demokrasi perwakilan dengan sistem referendum:
- apabila terjadi pertentangan
antara badan organisasi negara, maka persoalan itu dapat diserahkan
keputusannya kepada rakyat tanpa melalui partai;
- adanya kebebasan anggota
parlemen dalam menentukan pilihannya, sehingga pendapatnya tidak harus
sama dengan pendapat partai/ golongannya.
Keburukan
demokrasi perwakilan dengan sistem referendum:
- pembuatan undang-undang/
peraturan relatif lebih lambat dan sulit;
- pada umumnya rakyat kebanyakan tidak berpengetahuan cukup untuk menilai atau menguji kualitas produk undang-undang.
2.5
Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia (Masa Orde Lama, Orde Baru, dan Orde
Reformasi)
Perkembangan demokrasi di Indonesia dari
segi waktu dapat dibagi dalam empat periode, yaitu :
1. Periode 1945-1959 Demokrasi Parlementer
1. Periode 1945-1959 Demokrasi Parlementer
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan
sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan
setelah kemerdekaan diproklamasikan. Sistem ini kemudian diperkuat dalam
Undang-Undang Dasar 1949 (Konstitusi RIS) dan Undang-Undang Dasar Sementara
(UUDS) 1950. Meskipun sistem ini dapat berjalan dengan memuaskan di beberapa
negara Asia lain, sistem ini ternyata kurang cocok diterapkan di Indonesia. Hal
ini ditunjukkan dengan melemahnya persatuan bangsa. Dalam UUDS 1950, badan
eksekutif terdiri dari Presiden sebagai kepala negara konstitusional
(constitutional head) dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Masa demokrasi
parlementer merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hamper semua
elemen demokrasi dapat kita temukan perwujudannya dalam kehidupan politik di
Indonesia.
1)
lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranam yang sangat tinggi dalam proses politik yang
berjalan.
2)
akuntabilitas (pertanggungjawaban) pemegang jabatan dan politis pada
umumnya sangat tinggi.
3)
kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh pelung yang
sebesar-besarnya untuk berkembang secara maksimal.
4)
sekalipun Pemilihan Umum hanya dilaksanakan satu kali yaitu pada 1955,
tetapi Pemikihan Umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip
demokrasi.
5)
masyarakat pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka tidak
dikurangi sama sekali, sekalipun tidak semua warga Negara dapat memanfaatkannya
dengan maksimal.
6)
dalam masa pemerintahan
Parlementer, daerah-daerah memperoleh otonomi yang cukup bahkan otonomi yamg seluas-luasnya
dengan asas desentralisasi sebagai landasan untuk berpijak dalam mengatur
hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa
demokrasi perlementer mengalami kegagalan?. Banyak sekali para ahli mencoba
menjawab pertanyaan tersebut. Dari sekian banyak jawaban, ada beberapa hal yang
dinilai tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut.
1)
munculnya usulan presiden yang dikenal dengan konsepsi presiden untuk
membentuk pemerintahan yang bersifat gotong-royong.
2) Dewan Konstituante
mengalami jalan buntu untuk mencapai kesepakatan merumuskan ideologi nasional.
3) dominannya politik
aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik.
4) Basis sosial ekonomi yang masih sangat lemah.
2. Periode 1959-1965 (Orde Lama) Demokrasi
Terpimpin
Pandangan A. Syafi’i Ma’arif, demokrasi
terpimpin sebenarnya ingin menempatkan Soekarno seagai “Ayah” dalam famili
besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan terpusat berada di tangannya.
Dengan demikian, kekeliruan yang besar dalam Demokrasi Terpimpin Soekarno
adalah adanya pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi yaitu absolutisme dan
terpusatnya kekuasaan hanya pada diri pemimpin. Selain itu, tidak ada ruang
kontrol sosial dan check and balance
dari legislatif terhadap eksekutif. Demokrasi terpimpin merupakan pembalikan total
dari proses politik yang berjalan pada masa demokrasi perlementer.
1)
menguburnya sistem kepartaian.
2)
dengan terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong peranan lembaga
legislative dalam sistem politik nasional menjadi sedemikian lemah.
3)
Hak dasar manusia menjadi sangat lemah.
4)
masa demokrasi terpimpin adalah masa puncak dari semangat anti kebebasan
pers.
5)
sentralisasi kekuasaan yang semakin dominan dalam proses hubungan antara
pemerintahan pusat dan daerah.
3. Periode 1965-1998 (Orde Baru) Demokrasi
Ciri-ciri demokrasi pada periode Orde Lama
antara lain presiden sangat mendominasi pemerintahan, terbatasnya peran partai
politik, berkembangnya pengaruh komunis, dan meluasnya peranan ABRI sebagai
unsur sosial politik. Menurut M. Rusli Karim, rezim Orde Baru ditandai oleh;
dominannya peranan ABRI, birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan
politik, pembatasan peran dan fungsi partai politik, campur tangan pemerintah
dalam persoalan partai politik dan publik, masa mengambang, monolitisasi
ideologi negara, dan inkorporasi lembaga nonpemerintah. Ahmad Sanusi
mengutarakan 10 pilar demokrasi konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang sebagai berikut:
1. Demokrasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa
2. Demokrasi dengan kecerdasan
3. Demokrasi yang berkedaulatan rakyat
4. Demokrasi dengan Rule of
Law
5. Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan negara
6. Demokrasi dengan Hak Asasi Manusia
7. Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka
8. Demokrasi dengan otonomi daerah
9. Demokrasi dengan kemakmuran
10. Demokrasi yang berkeadilan sosial
Demokrasi
Pancasila mendasarkan diri pada faham kekeluargaan dan Kegotong-royongan yang
ditujukan untuk:
1.
Kesejahteraan rakyat
2.
Mendukung unsur-unsur kesadaran
hak ber-ketuhanan Yang Maha Esa
3.
Menolak atheisme
4.
Menegakkan kebenaran yang
berdasarkan kepada budi pekerti yang luhur
5.
Mengembangkan kepribadian
Indonesia
6.
Menciptakan keseimbangan
prikehidupan individu dan masyarakat, kasmani dan rohani, lahir dan bathin,
hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan Tuhannya.
4. Periode 1998-sekarang ( Reformasi )
Orde reformasi ditandai dengan turunnya Presiden Soeharto pada tanggal 21
Mei 1998. Jabatan presiden kemudian diisi oleh wakil presiden, Prof. DR. Ir.
Ing. B.J. Habibie. Turunnya presiden Soeharto disebabkan karena tidak adanya
lagi kepercayaan dari rakyat terhadap pemerintahan Orde Baru. Bergulirnya
reformasi yang mengiringi keruntuhan rezim tersebut menandakan tahap awal bagi
transisi demokrasi Indonesia. Transisi demokrasi merupakan fase krusial yang
kritis karena dalam fase ini akan ditentukan ke mana arah demokrasi akan
dibangun. Dalam masa
pemerintahan Habibie inilah muncul beberapa indicator kedemokrasian di
Indonesia.
a)
diberikannya ruang kebebasan pers sebagai ruang publik
untuk berpartisipasi dalam kebangsaan
dan kenegaraan.
b)
diberlakunya sistem multi partai dalam pemilu tahun 1999.
Demokrasi yang diterapkan negara kita pada era reformasi ini adalah demokrasi Pancasila, tentu saja dengan karakteristik tang berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip dengan demokrasi perlementer tahun 1950-1959.Pertama, Pemilu yang dilaksanakan (1999-2004) jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya.
Demokrasi yang diterapkan negara kita pada era reformasi ini adalah demokrasi Pancasila, tentu saja dengan karakteristik tang berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip dengan demokrasi perlementer tahun 1950-1959.Pertama, Pemilu yang dilaksanakan (1999-2004) jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya.
c)
ritasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan
pusat sampi pada tingkat desa.
d)
pola rekruitmen politik untuk pengisian jabatan politik
dilakukan secara terbuka.
e)
sebagian besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya
kebebasan menyatakan pendapat, kenenasan pers, dan sebagainya.
2.6 CONTOH KASUS
Megawati, Prabowo Dan Contoh Kasus Tentang
Demokrasi Gaya UUD 2002
Halaman depan Suara Pembaruan tanggal 1 April memuat berita
yang berjudul : “Megawati Gandeng Prabowo”. Inti beritanya berbunyi : “Menurut
sumber SP di DPP PDI-P, kemungkinan besar Megawati menggandeng Ketua
Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto sebagai
wakilnya”.
Dari 8
Program Aksi Untuk Kemakmuran Rakyat” dari Partai Gerindra. Hampir semua program tersebut tidak ada
yang cocok dengan sikap dan kebijakan yang telah diwujudkan oleh Presiden
Megawati selama beliau memerintah sebagai Presiden. Mari kita telaah beberapa
konsep kebijakan yang penting sebagai berikut.
Prabowo ingin “mengalihkan dana pembayaran utang luar negeri
sebagai modal untuk membiayai program pendidikan, kesehatan, pangan dan energi
yang murah serta ramah lingkungan.” Kebijakan Presiden Megawati sangat dominan
atau praktis sepenuhnya ditentukan oleh Menko Dorodjatun dan Menteri Keuangan
Boediono. Kebijakan utang luar negerinya harus patuh pada negara-negara dan
lembaga-lembaga keuangan internasional pemberi utang secara mutlak.
Negara-negara ini menghendaki pembayaran yang tepat waktu dan sepenuhnya. Kalau
mau menunda boleh, tetapi harus dalam program pengawasan yang ketat oleh IMF,
yang cakupannya kebijakan dalam semua bidang penyelenggaraan negara.
Prabowo ingin “menjadikan BUMN sebagai lokomotif dan ujung
tombak kebangkitan ekonomi.” Presiden Megawati berkeyakinan bahwa BUMN mesti
rusaknya, mesti korupnya, mesti meruginya, mesti merong-rong keuangan negara.
Menterinya mengatakan : “Boleh pilih. Mempertahankan BUMN dan pemerintah keluar
uang menutup kerugiannya yang sangat besar, ataukah menjual BUMN kepada swasta,
terutama swasta asing, karena akan langsung memperoleh laba, sehingga Kas
Negara kemasukan uang pajak.”
Prabowo ingin “menghentikan penjualan aset negara yang
strategis dan atau yang menguasai hajat hidup orang banyak”. Presiden Megawati
menjual Indosat, tidak berani menolak Exxon Mobil yang ingin mengubah TAC blok
Cepu menjadi kontrak bagi hasil sambil sekaligus memperpanjangnya sampai tahun
2030, padahal kontrak sudah habis di tahun 2010. Tiga anggota Dewan Komisaris
Pertamina yang sekaligus menteri-menteri BUMN, ESDM dan Keuangan sangat pro
Exxon Mobil.
Prabowo ingin “mewajibkan eksportir nasional yang menikmati
fasilitas kredit dari negara untuk menyimpan dana hasil ekspornya di bank dalam
negeri.” Menteri Keuangannya Presiden Megawati kokoh dalam pendiriannya dalam
sistem lalu lintas devisa yang sebebas-bebasnya. Sang Menteri Keuangan ini
diangkat sebagai Gubernur Bank Indonesia oleh DPR dengan suara bulat. Fraksi
PDI-P ikut mendukungnya dengan sangat mantab.
Prabowo ingin “mencetak 2 juta HA lahan baru untuk
meningkatkan produksi beras, jagung, kedelai, tebu yang dapat mempekerjakan 12
juta orang”. Kebijakan Presiden Megawati bersama Menko Perekonomian dan Menteri
Keuangannya yalah bahwa itu urusan swasta murni. Pemerintah tidak boleh
ikut-ikutan dalam produksi komoditi tersebut. Kalau swasta tidak mampu memenuhi
kebutuhan rakyat Indonesia, harus diimpor, karena harus ikut globalisasi yang
menghapus batas-batas negara bangsa.
Prabowo ingin “melarang penyaluran kredit bank pemerintah
untuk pembangunan perumahan dan apartemen mewah, mall, serta proyek-proyek
mewah lainnya.” Menteri Keuangannya Presiden Megawati tidak pernah berpikir
demikian. Sebaliknya, bank-bank pemerintah harus berbadan hukum PT yang
perilaku dan aturan mainannya sepenuhnya seperti bank swasta.
Prabowo ingin “meninjau kembali semua kontrak pemerintah yang
merugikan kepentingan nasional.” Semua kontrak pemerintah dengan perusahaan
asing yang mengeduk sumber daya mineral kita merugikan bangsa Indonesia.
Kabinet Megawati tidak mau mengutik ini, karena mengguncangkan kepercayaan
pihak asing pada sifat good boy-nya para menteri Presiden Megawati dalam hal
patuh pada kontrak, yang sekali liberal tetap liberal.”
Prabowo ingin “mencabut Undang-undang Badan Hukum Pendidikan
(BHP)”. Fraksi PDI-P menyetujuinya, walaupun dengan syarat. Prabowo maunya kan
seluruh undang-undang tanpa syarat dan tanpa reserve dicabut?
Saya berhenti sampai di sini, karena terlampau banyak
perbedaan antara platform Partai Gerindra dan PDI-P, sedangkan halaman
untuk kolom ini terbatas.
KOALISI
UNTUK APA?
Pertemuan antara Capres Megawati dan Capres Prabowo tidak
dapat dilepaskan dari kata “koalisi” antara partai-partai politik, yang sedang
sangat marak dibicarakan, dianalisis, dihutung-hitung dan sebagainya.
“Silaturachmi” seperti ini dilakukan oleh banyak partai politik tanpa
membicarakan platform, konsep dan programnya dalam penyelenggaraan
negara.
Presiden SBY telah memberi contoh dengan memasukkan
menteri-menteri ke dalam kabinetnya yang berasal dari berbagai partai politik
atas dasar perhitungan dukungan yang cukup di DPR. Karena platform,
konsep dan program tidak pernah disepakati sebelumnya, para menterinya terkoyak
antara harus setia pada Presiden ataukah akan setia pada DPP partainya?
Terkoyaknya jiwa para menteri dapat dengan sangat jelas dikenali. Amien Rais
dan Dradjat Wibowo banyak menyuarakan kritikan pada pemerintah, tetapi Hatta
Rajasa dan Bambang Sudibyo ada di dalam kabinet. Apalagi sekarang ketika harus
berkampanye. Menteri-menteri minta cuti untuk berkampanye. Menteri UKMK
berpidato kampanye yang implisit tidak puas dengan kebijakan kabinet SBY dalam
bidang UKMK yang dinilainya kurang intensif, sedangkan menteri UKMK-nya
Suryadarma Ali sendiri.
Wapres JK dalam kampanyenya menekankan atau paling tidak
mengindikasikan dengan jelas bahwa dirinya dan Golkar bisa mengambil sikap,
keputusan lebih tegas dan cepat. Dibandingkan dengan siapa lagi kalau tidak
dibandingkan dengan Presiden SBY? Jadi SBY yang berfungsi sebagai Presiden dan
JK yang berfungsi sebagai Wakil Presiden sampai Oktober mendatang sudah saling
mengunggulkan dirinya sendiri. Kader penting Partai Demokrat sudah mulai
mengkerdilkan Partai Golkar dengan mengatakan bahwa Partai Golkar dalam pemilu
9 April nanti hanya akan mendapat suara 2,5%, yang membuat marah para pemimpin
Partai Golkar, sehingga dengan cepat membulatkan tekad menyatakan JK sebagai
calon presidennya.
BAB 3
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Dan akhirnya disimpulkan bahwa arti demokrasi adalah bentuk
atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan
rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah
negara tersebut.
Paham dan
prinsip umum demokrasi dijadikan
sebagai parameter untuk mengukur tingkat pelaksanaan demokrasi yang berjalan di
suatu negara. Parameter tersebut meliputi empat aspek.Pertama, masalah
pembentukan negara. Proses pembentukan kekuasaan akan sangat menentukan
bagaimana kualitas, watak, dan pola hubungan yang akan terbangun. Pemilihan
umum dipercaya sebagai salah satu instrumen penting yang dapat mendukung proses
pembentukan pemerintahan yang baik. Kedua, dasar kekuasaan negara. Masalah ini
menyangkut konsep legitimasi kekuasaan serta pertanggungjawabannya langsung
kepada rakyat. Ketiga, susunan kekuasaan negara. Kekuasaan negara hendaknya
dijalankan secara distributif. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemusatan
kekuasaan dalam satu tangan. Keempat, masalah kontrol rakyat. Kontrol
masyarakat dilakukan agar kebijakan yang diambil oleh pemerintah atau negara
sesuai dengan keinginan rakyat.
Demokrasi berlandaskan dua ide :
a. Kedaulatan di tangan rakyat.
b. Rakyat sebagai sumber kekuasaan.
Demokrasi adalah sistem pemerintahan mayoritas.
Pemilihan penguasa dan anggota dewan perwakilan, serta pengambilan keputusan
dalam lembaga-lembaga tersebut diambil berdasarkan pendapat mayoritas. Ini
adalah prinsip dasar demokrasi, yakni terletak pada suara mayoritas
Demokrasi yang
diterapkan negara kita pada
era reformasi ini adalah
demokrasi Pancasila, tentu
saja dengan karakteristik tang berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip
dengan demokrasi perlementer tahun 1950-1959.Pertama, Pemilu yang dilaksanakan
(1999-2004) jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya.
Daftar Pustaka
Sumber Web :
0 komentar